Pesta pemilihan umum (Pemilu) nasional bukan hanya sekedar pergantian kepemimpinan melainkan juga sebuah momen penentu arah masa depan ekonomi bangsa. Tentunya, momen besar ini berdampak pada ekonomi di berbagai industri.
Namun pertanyaan besar yang menggantung di benak masyarakat dan pelaku pasar adalah, “Apakah ekonomi Indonesia akan mengalami lonjakan pertumbuhan, atau justru menghadapi tantangan penurunan pasca-pemilu 2024?”
Sejarah Ekonomi Pasca Pemilu di Indonesia
Dalam sejarah Indonesia, masa-masa pasca pemilu seringkali menjadi titik balik penting bagi perekonomian negara. Misalnya, setelah Pemilu 2014, Indonesia mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, di mana Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh sebesar 5,02% pada tahun 2014, meningkat dari 4,88% pada tahun sebelumnya, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Fenomena ini menunjukkan bahwa momentum pemilu bisa menjadi katalis positif bagi ekonomi, dimana investor dan pelaku bisnis menaruh harapan pada kebijakan baru yang progresif dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun,Pemilu tidak selalu berdampak positif terhadap ekonomi. Pemilu juga dapat menimbulkan ketidakpastian politik yang berujung pada volatilitas pasar. Misalnya, menjelang pemilu 2019, terdapat kekhawatiran di kalangan investor mengenai kontinuitas kebijakan ekonomi, yang sempat mempengaruhi aliran investasi asing dan indeks harga saham.
Namun, setelah pemilu, ketika pemerintahan yang baru terbentuk dan mulai menerapkan kebijakannya, secara bertahap kepercayaan investor kembali pulih, dibuktikan dengan kembali menguatnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan peningkatan investasi langsung asing, seperti dilaporkan oleh Bank Indonesia.
Dampak Pemilu Terhadap Ekonomi
Pada Pemilu 2024 ini, alokasi anggaran yang dikeluarkan untuk Pemilu 2024 adalah Rp 71,3 triliun.
Tahun 2022, pemerintah mengalokasikan Rp 3,1 triliun dan ditambah lagi menjadi Rp 30 triliun pada 2023. Pada tahun 2024, saat pemilu, alokasinya dinaikkan menjadi Rp 38,2 triliun.
Alokasi anggaran Pemilu 2024 itu meningkat sekitar 57,3 persen dibandingkan dengan anggaran penyelenggaraan Pemilu 2019 yang mencapai Rp 25,59 triliun. Semakin besar lagi peningkatannya jika dibandingkan dengan Pemilu 2014 yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 24,1 triliun.
Besarnya alokasi anggaran untuk penyelenggaraan pemilu itu tentunya berdampak langsung maupun tak langsung terhadap perekonomian nasional.
Dampak langsung berupa meningkatnya konsumsi pemerintah, sedangkan dampak tak langsung terjadi melalui tambahan pendapatan masyarakat dan lembaga nonprofit rumah tangga (LNPRT) sebagai akibat dari kegiatan kampanye dan pelaksanaan pemilu.
Hal ini tentu meningkatkan peningkatan PDB naik 0,75% persen pada 2023 dan 1 persen pada 2024. Kegiatan pemilu juga bisa mendorong peningkatan konsumsi masyarakat, khususnya LNPRT. Sektor yang akan membawa efek pengganda besar adalah sektor makanan minuman, logistik, transportasi, pakaian, dan jasa pendukung pemilu.
Besarnya biaya politik, dana kampanye, dan peningkatan aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan kampanye politik itu pada akhirnya turut memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional.
Lalu bagaimana dengan pasca pemilu 2024?
Perkiraan Dampak Pasca pemilu 2024
Dinamika perekonomian tersebut tak hanya terjadi menjelang Pemilu 2024 tapi sesudah Pemilu juga. Mengutip Kompas DBS Macro and Strategy Team pernah menganalisis tren ekonomi dan pasar Indonesia sehubungan dengan siklus pemilihan umum pada empat pemilu terakhir, yaitu tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019.
Hasilnya, berdasarkan kecenderungan PDB riil, pertumbuhan ekonomi cenderung melambat hingga enam bulan sebelum pemilu, kemudian stabil, sebelum akhirnya menguat. Observasi ini didukung oleh sikap kehati-hatian pelaku ekonomi menjelang siklus pemilu mengingat kemungkinan ada perubahan dalam agenda ekonomi dan sejumlah peraturan.
Konsumsi rumah tangga tercatat berkontribusi lebih dari setengah dari total pertumbuhan ekonomi. Dalam empat pemilu terakhir, konsumsi cenderung meningkat hingga satu triwulan sebelum pemilu, kemudian stabil dengan sedikit penurunan.
Pemantauan terhadap pengeluaran pemerintah, terutama kegiatan pemerintah pusat, memperlihatkan kecenderungan melambat pada triwulan sebelum pemilu, yang akhirnya meningkat. Hal ini berlaku baik untuk pengeluaran fiskal nominal maupun riil.
Selain itu juga ada beberapa faktor di dalamnya yang nantinya akan menentukan arah ekonomi Indonesia:
- Pertama, kebijakan ekonomi yang diusung oleh pemenang pemilu menjadi penentu utama. Visi dan misi ekonomi yang dijanjikan oleh pemerintahan baru akan sangat mempengaruhi kepercayaan investor dan keputusan bisnis di masa mendatang. Kebijakan tersebut mencakup reformasi struktural, peningkatan infrastruktur, hingga strategi perdagangan internasional yang dapat membuka peluang pasar baru untuk produk Indonesia.
- Kedua, respons pasar dan investor terhadap hasil pemilu menjadi indikator penting lainnya. Pasar keuangan cenderung bereaksi terhadap ketidakpastian dengan volatilitas. Stabilitas politik pasca-pemilu, ditandai dengan transisi kekuasaan yang lancar dan penerimaan hasil pemilu oleh semua pihak, dapat menenangkan pasar dan mendukung iklim investasi yang positif. Sebaliknya, ketidakpastian politik dapat menyebabkan investor menunda investasi mereka, yang pada gilirannya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
- Ketiga, dampak politik stabilitas terhadap iklim investasi dan kepercayaan pelaku ekonomi tidak bisa diabaikan. Stabilitas politik yang terjaga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kepastian hukum dan kebijakan pemerintah yang konsisten menjadi kunci untuk menarik investasi asing langsung (FDI) dan meningkatkan aktivitas ekonomi domestik. Investor domestik dan asing sama-sama mencari kejelasan mengenai arah kebijakan ekonomi, regulasi, dan insentif investasi yang akan diimplementasikan oleh pemerintahan baru.
Lalu dari dampak ini, apa yang harus dipersiapkan oleh business owner untuk menghadapi perubahan ekonomi ini?
Dampak Pemilu 2024 Terhadap Bisnis
Perubahan kebijakan pemerintah pasca pemilu 2024 berpotensi membawa angin segar maupun tantangan bagi dunia bisnis. Dari segi positif, kebijakan-kebijakan baru yang mendukung iklim usaha, seperti kemudahan perizinan, insentif pajak untuk investasi tertentu, dan peningkatan infrastruktur, dapat memacu pertumbuhan sektor usaha. Pebisnis akan mendapatkan peluang untuk memperluas operasi, meningkatkan produksi, dan mengeksplorasi pasar baru, baik domestik maupun internasional.
Di sisi lain, transisi kebijakan juga mungkin membawa ketidakpastian, terutama bagi sektor-sektor yang sangat terpengaruh oleh regulasi pemerintah. Perubahan kebijakan di sektor energi, pertambangan, dan lingkungan hidup, misalnya, dapat mempengaruhi biaya operasional dan keberlanjutan usaha. Pebisnis perlu mengantisipasi perubahan ini dengan merumuskan strategi bisnis yang fleksibel dan adaptif, memperkuat analisis risiko, dan mempersiapkan rencana kontinjensi untuk menghadapi potensi perubahan regulasi.
Selain itu, dinamika politik pascapemilu juga berpotensi mempengaruhi kondisi ekonomi makro, seperti fluktuasi nilai tukar, inflasi, dan tingkat suku bunga, yang semuanya memiliki dampak langsung terhadap biaya dan akses pembiayaan bagi pebisnis. Dalam menghadapi situasi ini, penting bagi pebisnis untuk menjaga likuiditas, diversifikasi sumber pendanaan, dan memanfaatkan teknologi untuk efisiensi operasional.
Dampak pemilu terhadap bisnis mengharuskan para business owner untuk tidak hanya fokus pada adaptasi strategis jangka pendek, tetapi juga merencanakan pertumbuhan jangka panjang dengan memanfaatkan peluang yang muncul dari kebijakan baru pemerintah. Salah satunya adalah memanfaatkan teknologi untuk efisiensi operasional seperti invoice dan pembayaran digital.